Minggu, 28 Oktober 2012
Nasionalisme yang Belum Selesai
Nasionalisme
merupakan hal yang absurd di tengah kemajemukan dan pluralitas bangsa
Indonesia. Berbagai ideologi yang pernah ada
dari mulai berdirinya negara tidak mampu menjadi perekat secara nyata
nasionalisme kebangsaan. Pencarian jati diri bangsa ini sangat panjang dan
penuh dengan kompleksitas permasalahan sejarah yang terkadang menjadi luka
sejarah ketika diuraikan. Ideologi komunis
pernah ada dan terbukti gagal. Pemberontakan atau makar terhadap kedaulatan negara
atas nama ideologi keagamaan pun
juga tidak berhasil. Sehingga pilihan
terakhir jatuh kepada pancasila sebagai ideologi filosofis alternatif bangsa ini. pancasila mungkin sudah final dalam term
diskursus filosofis perekat bangsa, tetapi masih perlu dikaji dalam realitas
yang terjadi akhir-akhir ini.
Pembentukan suatu bangsa tidak dimulai dengan adanya negara.
Tetapi sebaliknya, pembentukan suatu negara dimulai dengan terbentuknya suatu
bangsa. Genealogi suatu bangsa dimulai dari tataran yang paling sederhana. Maka,
bangsa lebih dahulu daripadanya negara. Hal yang paling mendasar dari
pembentukan suatu bangsa adalah ikatan emosional kekeluargaan. Perkembangan
keluarga kecil menjadi keluarga besar pada akhirnya akan menjadi sebuah suku (tribe).
Ikatan yang tadinya hanya berdasarkan keluarga kecil, berkembang menjadi ikatan
kolektif keluarga besar. Hal ini menjadikan seorang anggota suku begitu sangat
loyal terhadap sukunya karena tingginya ikatan emosional yang terlahir by
nature.
Minggu, 21 Oktober 2012
PMII SUMATERA BARAT?? ABSURD
Seperti yang telah pernah saya singgung dalam tulisan
sebelumnya, “Mahasiswa dan Tanggung Jawab Sosial”, bahwa kekuatan
mahasiswa berada pada kekuatan daya nalarnya (student power of the reason).
Kita tarik adagium itu ke dalam cakupan yang lebih kecil, yaitu membincangkan
PMII Sumatera Barat. Pertanyaan yang ingin saya ajukan adalah, apakah anggota,
kader, dan bahkan senior PMII Sumatera Barat masih kuat dalam daya nalar
otaknya? Berangkat dari titik pertanyaan itu, saya pikir kita harus berbenah
dan sama merefleksikan diri secara kaffah. Diawal tulisan ini saya
mengajak kepada seluruh senior, anggota, dan kader tanpa kecuali, mari kita
lepaskan dulu unsur ego sahabat-sahabat semua, kita harus berani menampar wajah
sendiri sebelum orang lain yang melakukan itu kepada kita. Sepakat kan???
Berefleksi dengan sejarah panjang PMII Padang, akan
membawa kita pada kenangan yang sangat manis. Dalam era kontemplasi pencarian
jati diri cabang Padang sebagai salah satu cabang yang paling tua di Sumatera,
kita pernah tertulis dalam sejarah yang berliku. Pernah besar, jatuh, bangkit
lagi, kandas lagi, dan kembali membangun kekuatan baru untuk menapaki kekuatan
pergerakan di tahun 2006 sampai sekarang. Ketika mencermati sejarah panjang
tersebut, tidak ada kata bagi kita untuk menjadi kader cengeng dan manja,
karena kita telah biasa ditempa oleh berbagai halangan dan rintangan. PMII
Padang dan Sumatera Barat umumnya tidak akan mudah hancur hanya denga persoalan
kebodohan dari beberapa pihak, karena alam telah mengajarkan kita untuk mampu survive
sampai saat ini.
Rabu, 19 September 2012
Mahasiswa dan Tanggung Jawab Sosial
Mendefinisikan mahasiswa secara
sederhana akan menafikan peranannya yang nyata dalam perkembangan arus bangsa.
Ketika kita mencoba menyederhanakan peran mahasiswa dengan mengambil definisi
‘setiap orang yang belajar di perguruan tinggi’, definisi itu akan menjadi
pembusukan esensi dari mahasiswa. Jadilah mahasiswa menjadi teralienasi dengan
kehidupan sosial, dan kampus menjadi belahan bumi lain dari tatanan bumi secara
global.
Mengingat sejarah panjang mahasiswa
dalam perannya membangun bangsa, seorang Indonesianis, Ben Anderson menyatakan
bahwa, sejarah Indonesia adalah sejarah pemudanya. Mengartikan bahwa pemuda
yang dimaksud disini adalah mahasiswa tentu akan lebih fair karena sejarah
menentukan seperti itu. Mengacu kepada moment penting cikal bakal penyatuan
asa kemerdekaan bangsa dalam sumpah pemuda, dinaungi oleh kaum intelegensia
dari berbagai daerah yang notabenenya mahasiswa. Maka menafikan perjuangan
mahasiswa dalam bangsa dan negara jelas sebuah distorsi sejarah yang sangat
menyakitkan. Karena bagi kita semua, sejarah masa lalu adalah cermin bagi masa
kini dan masa yang akan datang, dan sejarah adalah instrumen pokok untuk
merefleksikan diri menatap akar penyelesaian masalah bangsa hari ini.
Rabu, 12 September 2012
Pengkhianat(an) Politik
Judul
ini terinspirasi karena kemirisan hati melihat tingkah laku para politisi yang
busuk secara etika walaupun benar secara konstitusional. Mudah mengumbar janji
dan mudah juga untuk melupakan. Seperti lagu dangdut yang begitu melegenda
dikuping kita, kau yang berjanji, kau yang mengingkari. Hal ini tejadi karena
banyaknya para manusia politik yang dominasi dirinya terhegemoni dengan sifat
buruknya untuk mengumbar janji sebanyak-banyaknya dan kemudian mengkhianatinya.
Pembenaran secara konstitusi akan tetapi bobrok secara etika merupakan bukti
nyata bahwa ternyata konstitusi juga gagal dalam menaati norma dan etika (baca:
konstitusi tak beretika). Apabila ditarik lagi lebih jauh, siapa yang membuat
konstitusi tersebut? Jangan-jangan dibuat juga oleh orang yang etikanya
“bengkok”????
Secara sederhana kita bisa
mendefenisikan khianat dengan orang yan.g tidak menepati janji setelah dia
mengikrarkan janjinya. Defenisi sederhana tersebut membawa kita pada pemahaman
yang luas bahwa setiap apapun dan siapapun orangnya yang tidak menepati janji
maka dia bisa disebut pengkhianat. Janji itu adalah kesepakatan dua pihak atau
lebih. Seseorang tidak akan bisa berjanji sendirian. Adapun ketika berjanji
pada diri sendiri itupun pada hakikatnya adalah perjanjian antara jasmani dan
rohani. Dalam islampun ketika roh ditiupkan di dalam rahim ibu, kita sudah
mulai melakukan perjanjian pertama dengan Allah. Perjanjian manusia dengan
Allah itu dinukilkan dalam alqur’an surat al a’araf ayat 172.
“dan
(ingatlah), ketika Tuhanmu mengeluarkan keturunan anak-anak Adam dari sulbi
mereka dan Allah mengambil kesaksian terhadap jiwa mereka (seraya berfirman):
"Bukankah aku ini Tuhanmu?" mereka menjawab: "Betul (Engkau
Tuhan kami), Kami menjadi saksi". (kami lakukan yang demikian itu) agar di
hari kiamat kamu tidak mengatakan: "Sesungguhnya Kami (Bani Adam) adalah
orang-orang yang lengah terhadap ini (keesaan Tuhan)",
Langganan:
Postingan (Atom)