“Pencerahan adalah keluarnya manusia dari ketidakdewasaan yang dibuatnya sendiri. Ketidakdewasaan adalah ketidakmampuan untuk menggunakan pemahaman sendiri, tanpa bantuan dari orang lain. Ketidakdewasaan yang dibuat sendiri ini tidak terjadi karena kurangnya pemahaman, melainkan karena tidak adanya keberanian, yakni ketidakberanian untuk menggunakan pemahaman tanpa arahan dari orang lain. Sapere Aude! Beranilah untuk menggunakan pemahamanmu sendiri! Itulah semboyan Pencerahan” - Immanuel Kant - "sebuah catatan ringan buah peradaban." by: Aidil#

Sabtu, 02 November 2013

Pengurus “bayangan”

Adam Wise menulis sebuah buku dengan judul invisible government (pemerintah bayangan). Di dalam bukunya dia menjelaskan tentang peranan CIA dalam memberikan arahan terhadap negara lain. Tidak hanya sekedar arahan semata, tapi CIA bermaksud menjadi pemerintahan bayangan di negara-negara lain. Perdebatan mengenai hal ini sangat populer dikalangan masyarakat dan kaum intelektual ketika terjadi peralihan kekuasaan dari Soekarno kepada Soeharto. Ketika itu orang beranggapan bahwa konstelasi politik yang terjadi di Indonesia adalah by design dari Amerika Serikat. Namun terlepas dari sejarah masa lalu dan perdebatan yang cukup hangat dalam dunia intelijen, disadari atau tidak, pemerintah bayangan itu ada.
Pemerintah bayangan tidak saja dilekatkan kepada pemerintah negara secara formal, tetapi juga dalam setiap hal yang berkaitan dengan sebuah asosiasi atau perkumpulan. Sebut saja misalnya dalam sebuah organisasi, akan selalu ada pengurus bayangan yang diluar struktur, namun tetap mempengaruhi struktural yang legal. Dalam teori kepemimpinan, biasanya hal ini disebut dengan kepemimpinan formal dan kepimpinan non formal. Biasanya pemimpin non formal ini  dianggap sebagai orang punya pengaruh kuat atau punya daya upaya untuk mempengaruhi kepemimpinan formal. Namun, dalam menyebut pemimpin non formal, saya menggunakan logika pengaruh positif. Artinya kepemimpinan non formal dalam hal ini punya pengaruh positif yang mendapatkan peranan kunci (key position) terhadap organisasi. Dalam hal ini kalau kita menelaah buku yang ditulis oleh Adam Wise, tentu yang dimaksud adalah pemerintah bayangan dalam artian negatif. Pemerintah yang memberikan perintah pemerintah yang formal dan mendesain sebuah kejadian dan hanya menghendaki kepentingan kelompok atau pribadi tertentu.

Sabtu, 14 September 2013

Arus Balik Politik Ulama

Peranan ulama dalam masyarakat dewasa ini tidak bisa hanya dipandang dalam perspektif keagamaan saja. Ulama bisa menjadi satu poros kekuatan dalam usaha percepatan civil society di Indonesia. Posisi strategis yang diperoleh ulama tidak bisa dianggap karena mereka adalah tokoh masyarakat dalam bidang religiusitas saja. Namun ulama dipandang sebagai sosok yang menjadi penyejuk di tengah hiruk pikuk masalah hukum dan politik bangsa ini. Namun hal ini berubah tatkala konstelasi politik yang mulai masuk dalam arena pertarungan praktis. Posisi ulama yang seharusnya menjadi penengah panasnya konstelasi politik, bisa saja terseret dalam arus pragmatis yang ditawarkan oleh partai politik. Maka tidak heran apabila dalam mimbar atau pengajian keagamaan sekalipun, kita mendengar adanya mimbar politik tersembunyi. Pertanyaannya adalah, apakah ulama diharuskan berpolitik secara praktis, atau hanya menjadi penengah dalam kontestasi politik?
            Pertanyaan itu bisa kita analisis menggunakan dua asumsi. Asumsi pertama, apabila ulama diharuskan berpolitik secara praktis, maka muncul stigma dalam masyarakat bahwa semua yang disampaikan oleh para ulama mempunyai muatan ideologi politik tertentu. Stigma negatif seperti ini wajar muncul karena kontestasi politik tidak mengenal win-win solution, yang ada hanya win-win. Sama halnya ketika seorang petarung memasuki kolosium untuk bertarung, maka yang terpikirkan adalah cara untuk menang. Nah, saya mengibaratkan kontestasi politik merupakan sebuah kolosium pertarungan yang hanya memikirkan bagaimana caranya untuk menang. Dalam konteks asumsi yang pertama seperti ini, bisa saja seorang ulama menggunakan logika-logika agama untuk membawa mainstream ideologi kepentingan politiknya. Dalam sejarah nusantara sebagaimana yang ditulis oleh Azyumardi Azra dalam disertasinya, bagaimana seorang ulama besar, Abd Rauf al-Sinkili dituduh melakukan kompromi integritas intelektual keagamaannya ketika ditanya tentang kepemimpinan perempuan, namun dia tidak menjawab dengan jelas. Jawaban yang tidak jelas dari Al-Sinkili karena berhadapan dengan status quo aceh yang pada waktu dipimpin oleh seoaran Sulthanah Zakiyyah al-Din. Artinya al-Sinkili tidak mau memberikan jawaban secara jelas karena itu berhubungan dengan keadaan politik yang dipimpin oleh seorang perempuan. Sekali lagi, apabila ulama langsung masuk dalam politik praktis, maka skeptisasi masyarakat terhadap fatwa ulamapun akan terjadi.
            Asumsi kedua adalah, apabila ulama hanya berfungsi sebagai poros penengah dalam kancah kontestasi politik, maka keadaan perpolitikan akan menjadi kering karena diisi oleh kecendrungan mainstream politik yang sama tanpa ada pembeda. Dalam dua asumsi yang sama-sama tidak menguntungkan ulama ini, maka harus ada solusi cerdas. Sebenarnya dalam kilas balik sejarah Indonesia, dua asumsi yang kita gunakan ini langsung terbantahkan. Ulama mempunyai peranan politik yang sangat vital dalam penyusunan dasar negara. Misalnya adalah peranan yang dipegang oleh KH. Wahid Hasyim dan H. Agus Salim. Mereka adalah ulama yang berpolitik dengan integritas kellimuan dan kemapanan pemahaman yang menjadi mainstream penyejuk di tengah panasnya arus perbedaan pendapat yang terjadi.

Selasa, 25 Juni 2013

Kenaikan BBM: Antara Sikap Anti Sosial dan Kemunafikan

Kebijakan yang disengaja, lalai, atau pelecehan?
Sidang paripurna pengesahan APBNP 2013 akhirnya disahkan oleh DPR. Hal yang paling menarik dan ditunggu masyarakat Indonesia dari pembahasan itu tentu masalah kenaikkan harga BBM yang dipastikan naik. Tentu kenaikan harga BBM subsidi menjadi sebuah hantu sosial bagi masyarakat kalangan bawah. Efek domino dari kenaikan harga BBM akan berimbas pada kenaikan seluruh sektor harga komoditas barang, jasa, dan transportasi. Kebijakan ini diakui secara politis ataupun secara sosial sebagai kebijakan yang tidak populer. Namun dibalik ketidak populeran kebijakan kenaikan harga BBM, masyarakat harus dihadapkan pada pilihan yang sangat populer, yaitu “kemiskinan”. Situasi seperti ini bisa kita sebut sebagai fetakompli. Fetakompi (faith a comply) merupakan situasi dimana kita dihadapkan dan dijebak supaya harus mengikuti pilihan yang diberikan dengan standarisasi kebenaran yang dipatoknya sendiri. Keadaan seperti ini mungkin lebih populer dengan sebutan “seperti memakan buah simalakama”. Alibi sederhana yang dibangun untuk kebijakan yang kenaikan harga BBM, harga dinaikkan dengan mengurangi subsidi atau anggaran negara bisa jebol karena terlalu besarnya subsidi BBM.
Kebijakan pengurangan subsidi BBM bisa saja benar secara ekonomis, legal secara politis, dan sah secara konstitusional. Akan tetapi menurut penulis, kebijakan ini cacat secara sosial. Bisa juga dikatakan bahwa kebijakan ini adalah sebuah kebijakan anti sosial (anti-social behaviour). Kebijakan anti sosial itu adalah prilaku yang kurang pertimbangan untuk orang lain dan dapat menyebabkan kerusakan pada masyarakat baik secara sengaja ataupun berdasarkan kelalaian. Naif rasanya untuk menyebutkan kalau kebijakan yang disetujui oleh 338 anggota DPR itu berdasarkan kelalaian. Namun terlalu vulgar juga rasanya untuk menyebut para wakil rakyat memutuskan sebuah kebijakan (policy) yang memang faktanya adalah tindakan anti sosial. Atau memang benar keduanya antara kelalaian dan kesengajaan.

Senin, 24 Juni 2013

Syair Mahasiswa Menjambret (Emha Ainun Nadjib)

Sebab tergoda oleh betapa seru berita di koran serta oleh pengujian para tetangga, bertanyalah aku kepada penyairku, “Akhir-akhir ini orang makin ribut tentang pelajaran dan mahasiswa kriminal. Aku bertanya benarkah puisimu tak membutuhkan tema semacam itu, atau tidakkah soal-soal seperti itu memerlukan puisi?”

“Aku tak paham apa yang aneh”, berkata penyairku, “Kalau mahasiswa mulai sanggup menjambret, kalau pelajar sudah berani mencuri odol, dan sikat gigi, kalau para calon pemimpin bangsa telah memiliki nyali untuk mencopet jam tangan dan mengutil sepatu: tak kumengerti apa yang perlu diherankan?”

Bukan. Bukan soal heran dan tak heran. Kami orang-orang awam terlalu sering dikagetkan oleh perkawinan antara dua hal yang semestinya jangan pernah bersentuhan.
Antara dunia penjambretan dengan dunia dunia keterpelajaran terbentang jarak yang bukan saja amat jauh, tapi juga bersungguh-sungguh. Kalau ada dua nilai yang saling bertentangan, namun berhasil dikawinkan secara damai oleh sejarah dan perilaku manusia: hanya penyair tuli yang tak tergoda untuk menuangkannya.

“Demi apa sehingga engkau menganjurkan puisi bergaul dengan hal-hal picisan?”, penyairku tertawa, “Para kaum terpelajar yang baru belajar menapakkan kaki, yang keterampilannya tanggung ? menggeledah tas teman kostnya, melarikan motor tetangganya, merencanakan penodongan,
perampokan, pembunuhan ? belum pantas dipuisikan.
Dunia kepenyairan tidak sedemikian rendah derajatnya.
 
Free Website templateswww.seodesign.usFree Flash TemplatesRiad In FezFree joomla templatesAgence Web MarocMusic Videos OnlineFree Wordpress Themeswww.freethemes4all.comFree Blog TemplatesLast NewsFree CMS TemplatesFree CSS TemplatesSoccer Videos OnlineFree Wordpress ThemesFree CSS Templates Dreamweaver