Minggu, 23 November 2014
URGENSI PEMIKIRAN KRITIS (Refleksi Paradigma PMII)
Bersifat kritis bukan hal yang baru
bagi warga pergerakan PMII. PMII yang pada dasarnya menganut dan menyakini
bahwa sebagai kader pergerakan harus memiliki paradigma kritis. Paradigama kritis
yang dimaksudkan bukan hanya dari cara berpikir namun harus juga diimbangi
dengan cara bersikap. Itulah manifestasi mendasar dari paradigma kritis
transformatif yang selama ini dianut oleh PMII. Kemampuan berpikir kritis tidak
bisa diharapkan serta merta ada tanpa harus diimbangi dengan kemampuan menelaah
dan membedah teori-teori yang ada. Beda antara kader pergerakan dengan
mahasiswa biasa, atau katakan insan akademis, terletak pada kemampuan seorang
kader untuk menerjemahkan struktur teoritis menjadi basis gerakan dan cara
bersikap.
Untuk mengantarkan kader PMII yang
berparadigma seperti itu, perlu dilakukan kajian yang mendalam dan fokus study kaderisasi
yang concern mencerna isu-isu berkembang. Hal ini dimaksudkan untuk menambah
kemampuan seorang kader dalam membaca realitas Indonesia dan realitas global. Kemampuan
membaca realitas global dan lokal menjadi penting supaya seorang kader tidak
terjebak dalam arus mainstream yang terkadang melakukan rekayasa realitas. Sebagai
bahan perbandingan, apabila kader PMII hanya mampu menyerap berita media dan
hanya mampu membaca yang ada (pemahaman literal), tentu sangat berbahaya bagi
entitas gerakan PMII. Gerakan PMII bisa menjadi gerakan yang berbasis kepada
arus mainstream yang terkadang juga digerakkan oleh kepentingan elit atau kaum
kapital. Maka secara tidak langsung kader PMII menjadi follower kepentingan
elit dan kaum kapital.
Langganan:
Postingan (Atom)